Wah tak terasa blog ini sudah mangkrak hampir satu tahun. terakhir memuat tulisan baru pada bulan Desember 2023, dan tak terasa ketika saya menulis ini 2024 sudah hampir berakhir. Banyak kesibukan duniawi yang membuat saya tidak sempat untuk mengurus blog ini. Iseng-iseng ngecek file di SSD dan menemukan dokumentasi saya pada saat ekplore ke Pabrik Gula Jatibarang pada awal tahun lalu. Saya rasa rugi kalau tidak dimuat di blog ini.
Bagian Depan PG Jatibarang Dokumentasi Pribadi
Sekilas Tentang Pabrik Gula Jatibarang
Pabrik Gula yang terletak di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes ini didikrikan pada tahun 1842 oleh seorang pengusaha Belanda yang bernama Otto Carel Holmbreg. Pendirian pabrik gula ini tentunya dampak dari adanya program culturstellsel dari pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang dimana tebu merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam opsi penanaman dalam kebijakan tanam paksa tersebut. Pemerintah kolonial Hindia Belanda Tentunya menerapkan kebijakan tersebut untuk memenuhi permintaan akan gula yang melonjak di Eropa.
Gerbang masuk menuju lingkungan pabrik Dokumentasi Pribadi
Setelah Indonesia merdeka pabrik gula Jatibarang diakuisisi oleh PTPN IX dan tetap memproduksi gula hingga tahun 2017. Alasan pabrik gula ini berhenti memproduksi gula menurut penuturan penjaga, dikarenakan stok terbu di sekitar wilayah pabrik gula jati barang sudah mulai sedikit, ditambah juga beban operasional yang sangat besar sehingga pemerintah terpaksa untuk menutup pabrik ini, dan hingga sekarang menjadi terbengkalai.
Kondisi Pasca Di Tutup
Setelah tidak beroperasi, pabrik ini terbengkalai di biarkan begitu saja, sempat dibuka sebagai tempat wisata namun gagal karena covid, alhasil pabrik ini tidak terawat. Saya sendiri sering main ke pabrik itu dikarenakan lumayan dekat dengan rumah nenek saya, ditambah juga saya suka bangunan bangunan lawa. Kondisinya sepi hanya terdapat penjaga di pos penjaga, dan beberapa kedai di depannya. Berbeda hal nya di kawasan mbesaran yang terletak persis di depan pabrik gula ini, sangat ramai karena di fungsikan sebagai pujasera.
Kondisi Dalam Pabrik gDokumentasi Pribadi
Gambar diatas merupakan bagian ruang produksi, terdapat mesin-mesin raksaksa yang terbuat dari besi. Kondisinya sangat tidak terawat, berdebu, namun beberapa mesih masih terdapat sisa oli. Ubin lantainya sudah mulai pecah-pecah dan atap sudah mulai keropos.
Dokumentasi Pribadi
Mesin-mesin raksaksa ini menurut beberapa sumber didatangkan dari perancis pada tahun 1916. Saya berasa jadi kecil ketika duduk di sebelah mesin penggiling. Menurut saya hal tersebut sangan memanjakan mata.
Dokumentasi Pribadi
Mesin Raksaksa Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Beberapa Spot Yang Menarik Menurut Saya
Bangunan tua memang selalu memiliki spot spot yang cukup menarik. Ada beberapa spot yang menurut saya sangat unik di area pabrik gula ini. Salah satu yang paling unik adalah dibagian Remise Station atau garasi kereta tebu yang terletak di bagian belakang pabrik. Namun untuk bagian remise akan saya bahas dalam artikel tersendiri karena sangat unik.
Spot yang fotogenik
Terletak di bagian depan ruang produksi ada sebuah mesih yang menurut saya sangat unik. Kesan klasik sangat kuat di area ini, cocok untuk berfoto.
Dokumentasi Pribadi
Bagian Yang Horor
Ditengah - tengah pabrik ini terdapat sebuah makam, menurut penuturan dari penjaga makam ini sudah ada sejak sebelum pabrik ini didirikan. Kemungkinan makam dari seorang yang sangat penting sehingga tidak di gusur oleh manajemen pabrik. menurut saya ini merupakan spot paling horor.
Makam di sela-sela mesin pabrik Dokumentasi pribadi
Penutup
Walaupun pabrik gula Jatibarang sudah tidak beroperasi, tidak dibenarkan apabila kita meninggalkannya begitu saja, apalagi sampai merusak. Bagian dari sejarah yang harus di lindungi, harapan saya semoga masyarakat sekitar dan pemerintah terutama, bersama sama merwat peninggalan historis ini.
Ketika saya pertama kali datang ke kota tegal, salah satu tempat yang membuat saya tertarik adalah sebuah tempat pemakaman yang beralamat-kan di jalan Hangtuang , Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal ini. Masyarakat sekitar kerap menyebut pemakaman ini dengan julukan makam Kerkhof, tentu julukan tersebut bukanlah tanpa makna, istilah Kerkhof sendiri merupakan istilah Bahasa belanda, yang menurut beberapa sumber bermaknakan “Kuburan Orang – Orang Mati”. Memang komplek pemakaman ini dulunya merupakan kuburan bagi orang – orang belanda, namun untuk saat ini telah terjadi percampuran, bukan hanya orang belanda saja yang di kuburkan di tempat ini, akan tetapi juga terdapat kuburan dari etnis tionghoa (Bong Fei) dan juga beberapa etnis pribumi yang beragama Kristen.
Sebenarnya sudah sangat lama saya ingin berkunjung dan menelusuri makam ini, rencana sudah sekitar 2 tahun lalu, pada saat saya awal – awal tinggal di kota tegal. Akan tetapi pada saat itu, dikarenakan belum memiliki kenalan dan akses untuk mengunjungi makam tersebut yang pada akhirnya niat tersebut pun terpaksa ditunda.
Bertemu Bang Jack dari Komunitas Tegal History
Serasa Private Tour Bersama Bang Jack Menyusuri Komplek Makam Kerkhof
Berawal pada suatu hari, Ketika saya iseng – iseng searching di instagram, bertemulah dengan akun ber-username @tegalhistory. setelah saya membuka halaman akun tersebut, ternyata berisi tentang foto - foto sejarah tegal dan agenda blusukan ke lokasi situs sejarah yang berada di Tegal. Cukup menarik bagi saya yang sangat menyukai sejarah, dan kebutulan juga pada saat itu Tegal History sedang membuka tour blusukan ke makam kerkhof. Tanpa basa basi saya pun langsung mendaftar tour tersebut.
Logo Tegal History Terpampang Pada Salah Satu Makam
Biaya yang dikenakan sangatlah murah, hanya perlu membayar Rp. 50.000, kita sudah dapat fasilitas softdrink dan e-sertifikat yang akan diberikan sesudah tour selesai. Menurut saya dengan harga segitu sangatlah murah untuk menambah wawasan pengetahuan sejarah kita. Pada pamflet tour diadakan dari mulai pukul 10:00 sampai dengan pukul 11:00, saya pada saat itu konfirmasi ke Bang Jack, kalau saya akan sampai lokasi pada pukul 10:00. Pukul 9:45 saya sudah berada di lokasi, karena pada saat itu saya lihat belum terdapat orang lantas saya berpikiran kalau tour tersebut belum dimulai. Akhirnya saya menunggu di indomart terdekat, sembari dengan menikmati jus jambu yang saya beli dari pedagang di depan indomaret tersebut. Pada saat itu jam sudah menunjukan hampir pukul 10 tepat, saya pun menghubungi Bang Jack via Whatsaap untuk menanyakan tour tersebut, ternyata Bang Jack sudah menunggu di gerbang makam kerkhof saya pun langsung di suruh kesana, setalah saya berada dilokasi saya pun kaget, kok masih sepi, lantas langsung bertanya kepada Bang Jack, dan ternyata terdapat reschedule, waktu tour dibagi dua shift, pagi dan siang, dan kebanyakan pserta tour yang lain mengikuti tour di waktu shif pagi, sedangkan saya di shif siang hanya seorang diri. Serasa private tour jadinya, wkwkw
Private Tour dan Mengulik Kisah – Kisah Sejarah
Setelah sedikit berbincang di gerbang dengan Bang Jack, tour pun resmi dimulai, hanya dengan saya seorang peserta tournya, bisa dibilang ini merupakan private tour wkwkwk. Diajaklah saya mengeliingi komplek pemakaman tersebut, mulai dari kapel makam hingga ke makam pejabat atau orang penting pada zaman kolonial yang dimakamkan disana. Tentunya yang tak kalah penting, saya cukup banyak mengulik cerita kepada Bang Jack tentang kisah – kisa orang yang disemayamkan disana. Pembawaan Bang Jack dalam menyampaikan penjelasan sangat enak, sehingga saya dapat memahami dengan sangat seksama. Di section berikutnya saya akan sampaikan beberapa kisah yang saya dapat.
Makam Suster Valeria
Nisan Makam Suster Valeria Yang Sangat Unik
Makam Suster Valeria merupakan salah satu makam yang masih secara rutin di kunjungi untuk berziarah. Setidaknya setiap satu tahun sekali, pada hari arwah sedunia yang dilaksanakan oleh umat Khatolik, para Suster dari Gereja Paroki Hati Kudus Kota Tegal berziarah ke makam ini. Suster Valeria sendiri jikalau dilihat dari nisan makamnya, beliau lahir 28 Agustus 1898 di Aken Jerman, dan meninggal pada tanggal 22 April 1935 di semarang. Meski sudah hampir berusia 90 tahun, makam Suster Valeria bisa dikatakan masi sangat terawat. Bentuk batu nisan dari makam beliau ini sangat unik, terdapat ornamen berbentuk kancing di atas pusara makam beliau , dan di atas batu nisan terdapat ornamen yang menyerupai topi uskup.
Tidak begitu banyak kisah tentang Suster Valeria yang dapat digali, namun konon beliau merupakan sesepuh dari suster – suster yang berada di wilayah tegal, atau bahkan se jawa tengah, maka tak heran jika sampai saat ini masih sangat dihormati.
Residen Tegal & Simbol Kesetiaan
Nisan Makam Suster Valeria Yang Sangat Unik
Tercatat sebelum adanya Keresidenan Pekalongan, Keresidenan Tegal lah yang mengawasi setidaknya 3 kabupaten. Yaitu Tegal,Brebes dan Pemalang. Hingga akhirnya pada tahun 1901 dipindahkan ke Keresidenan Pekalongan. Sisa – sisa dari Keresidenan Tegal ini salah satunya adalah gedung yang sekarang dipergunakan sebagai gedung DPRD Kota Tegal. Dahulu gedung tersebut merupakan kantor Residen Tegal.
Tulisan Yang Tertulis Pada Makam Pieter Van De Poel
Salah satu makam yang berada di Kerkhof tegal, merupakan tempat bersemanyam salah satu pejabat residen Tegal yaitu Pieter Van De Poel. Sesuai informasi yang tertera pada prasasti dari makam beliau, dapat diketahui bahwa beliau lahir pada tanggal 9 Mei 1786 di Kota Goes , Belanda, dan meninggal pada tanggal 28 Mei 1833 di Tegal. Beliau menjabat sebagai Resident Van Tagal dari tahun 1842 sampai 1833, menggantikan residen sebelumnya yaitu Bernard Hendrik Alexander Besier. Jika dilihat dari jabatan – jabatan sebelumnya pak Pieter ini termasuk orang penting. Sebelum menjabat sebagai Resident Van Tagal, beliau pernah menjabat sebagai residen di , Surabaya, Banten, dan Banyuwangi. Pak Pieter memiliki istri yang bernama Susanna Henriettte von Gutzlaff, yang dinikahinya pada tahun 1810 di Batavia. Dari pernikahannya tersebut, telah dikaruniai 3 orang anak, yang salah satunya adalah George Johan Pieter Van De Poel yang merupakan Resident Van Pekalongan, yang makamnya juga berdekatan dengan makam Pieter Van De Pole & istrinya, ngomong – ngomong beliau di makamkan bersama dengan istrinya.
Potret Saya Disamping Makam Pieter Van De Poel
Bentuk dari makam keluarga Van De Poel ini cukup unik, berbentuk kotak seperti massoleum kecil. Tepat di bagian atas dari bangunan makam Pieter Van De Poel dan Istrinya terdapat simbol lingkaran yang dimana tidak terdapat dalam bangunan lainnya. Saya pun menanyakan hal tersebut kepada Bang Jack, menurut penjelasan dari Bang Jack, simbol tersebut mengartikan sebuah kesetiaan, lingkaran di ibaratkan sebuah cicin dan bisa juga sebuah infinity loop yang tiada akhirnya. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan, menyeritakan kesetiaan seorang istri yang telah ditinggal suaminya. Jika kita melihat lebih jeli pada prasasti yang ada dalam makam beliau, jarak kematian antara Pieter Van De Poel dan istrinya hanya sekitar 1 bulan. Menurut cerita nyonya Susanna sanga terpuruk ketika di tinggal pergi selamanya oleh sang suami hingga akhirnya ajal menjemputnya.
Makam Antonetta Susanna Raland Yang Berbentuk Unik
Satu - Satunya Makam Yang Bebentuk Obelsik
Awal masuk dari gerbang dan ketika menengok ke kiri, samar terlihat sebuah bangunan yang aga tinggi yang menyerupai sebuah tugu, bangunan tersebut merupakan makam dari Antonetta S. Ralaand yang merupakan istri dari Williem Burmen yang merupakan pengelolai hutan jati di wilayah Tegal dan Pekalongan. Makam ini merupakan satu – satunya makam yang memiliki bentuk Obelisk, yang bermakna penghubung antara surga dan neraka. Oh iya jarak usia antara Antonetta dan sang suami Williem Burmen adalah 5 tahun, lebih tua sang istri ketimbang suami.
Potret Saya Berfoto Dengan Makam Obelsik
Dari beberapa literasi yang saya baca Williem Buurman meninggal pada usia 65 tahun di Den Haag, Belanda, dan di dikuburkan di sana juga.
Ada Yang Agak Sedikit Horror
Melihat Kerangka Yang Tersisa Dari Lubang Masoleum
Nah, ini bagian yang agak membikin bulu kuduk merinding di tour ini. Setelah diajak muter – muter berkeliling komplek makam, akhirnya tibalah di sebuah bangunan berbentuk segi panjang yang dimana di setiap dindingnya terdapat kotak kotak mirip seperti tempat penyimpanan mayat yang ada di rumah sakit. Bangunan tersebut merupakan mausoleum, dan didalamnya terdapat jasad dari orang – orang belanda dahulu, ada juga beberapa yang ditempati orang tionghoa. Menurut keterangan dari Bang Jack, beberapa yang dimakamkan di mausoleum ini merupakan para serdadu KNIL.
Sedang Asik Merekam
Bukan indonesia namanya kalau belum terdapat karya dari tangan usil oknum yang merusak. Beberapa lobang telah terdapat di mausoleum ini, sehingga kita bisa melihat dengan jelas isi dari mausoleum tersebut. Beberapa masih terdapat tulang yang bisa dikatakan sangat baik kondisinya, beberapa juga malah masih terdapat kayu peti yang masih sangat utuh. Suasana yang sangat rungkut karena banyak semak dan pohon yang rimbun , sangat menambah kehororan mausoleum ini. Oh iya , saya juga telah mengupload video pada saat ekspolore di mausoleum ini, teman – teman bisa menontonnya dibawah ini.
Akhirnya tour selesai, sekitar hampir dua jam mengelilingi komplek makam kerkhof bersama Bang Jack. Sejatinya masi terdapat beberapa cerita akan tetapi karena kurangnya menggali informasi , maka belum bisa saya sampaikan. Kesan saya sangat puas, rencana yang sudah hampir 2 tahun tertunda akihinya ter realisasikan.
Terhitung saat ini sudah sekitar kurang lebih hampir 200 tahun pasca pemerintahan kolonialis Van den Bosch, bumi Nusantara sudah tidak lagi berada dibawah payung kolonialisme, akan tetapi sisa sisa mahakarya dan kisah pada masa itu masih abadi hingga saat ini. Sekitar 2 bulan yang lalu saya telah berkunjung ke salah satu situs sejarah yang merupakan salah satu mahakarya dari masa pemerintahan Van den Bosch ini, orang – orang kerap menjulukinya dengan nama Benteng Pendem. Bukan tanpa alasan situs ini ternamai semacam itu, karena memang lokasi utama benteng ini berada di tengah-tengah tanah yang lebih tinggi, sehingga terlihat seperti terpendam. Benteng, jika kita menarik pengertianya menurut KBBI adalah sebuah bangunan untuk berlindung, lantas ada kisah apa sehingga dibangunnya benteng pendem ini sangat menarik untuk dibahas pada tulisan saya kali ini.
Seperti yang telah diketahui, bahwa indonesia pada masa pra kemerdekaan telah melalui masa kolonialisasi oleh beberapa bangsa, akan tetapi bangsa yang paling lama dan paling banyak meninggalkan situs dan kisah sejarah adalah bangsa Belanda. Kolonialisasi yang dilakukan bangsa Belanda dalam waktu kurun lebih dari 3 Abad (masih diperdebatkaan) tentu telah mengalami beberapa kali pergantian pemimpin tertinggi tanah jajahan atau Gubernur Jendral. Salah satu Gubernur Jnedral yang terkenal adalah Johannes Van den Bosch yang dimana pada masa pemerintahaannya membuat beberapa kebijakan yang fenomenal.
Van den Bosch dan Tanam Paksa
Dilahirkan di Herwijnen bagian dari provinsi Gerderland, Belanda pada taanggal 2 Februari 1780. Berkarir dalam militer, Van Den Bosch muda pernah datang ke tanah nusantara pada masa sebelum pemerintahan Daendels. Pada tahun 1797 kapal yang membawanya sampai di tanah Nusantara, dan pada saat itu dia masih berpangkat Letnan. Namum pada 1810 dia dipulangkan dikarenakan berbeda pemahaman dengang gubernur jendral pada saat itu (Daendels) , dalam perjalanan pulang kapal yang ditumpanginya ditawan oleh Britania, yang membuat dia harus tinggal di inggris selama kurang lebih dua tahun. Pasca Eropa bangkit melawan dominasi perancis pada tahun 1813, karir Van den Bosch melesat naik, bahkan pernah memegang jabatan Polisi Militer tertinggi di Belanda. Di kala namanya sedang naik Van den Bosch mendapat tugas dari raja William I, ia diberi tugas untuk pergi ke hindia timur dan mereorganisasi struktur ekonomi di wilayah tanah koloni tersebut, mengingat pada saat itu eknomoni Kerajaan Belanda sangat berantakan.
Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro menyebabkan merosotnya kas pemerintahan Belanda. Perang yang berlangsung selama 5 tahun, antara 1825 sampai 1830 benar benar membuat pemerintah belanda kususnya di daerah kolonial sangat kewalahan. Ditambah di sisi lain juga terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Belgia kepada pemerintahan kerajaan Belanda yang pada saat itu dipimpin oleh raja William I, pemberontakan yang terjadi selama sembilah tahun ini memperburuk kas keuangan kerajaan belanda hingga merosot sampai paling dasar. Dalam kondisi pemerintah kerajaan belanda terus mencari cara bagaimana agar dapat keluar dari masalah tersebut. Pendapat dan usulan telah dikemukakan oleh para tokoh petinggi pemerintahan, salah satunya adalah Van den Bosch. Pada tahun 1829 Van den Bosch menajukan usulan kepada raja William I, menurut Van den Bosch untuk keluar dari masalah tersbut harus diterapkan sistem cultuurstelsel ( Tanam Paksa ) ditanah jajahan. Konsepsi dari sistem ini adalah menjadikan tanah jajahan sebagai media untuk menanam tanaman yang laku di pasar global, dalam artikasarnya sistem ini menggunakan daerah jajahan sebagai sapi perah, yang diekploitasi untuk kepentingan pemerintah kerajaan. Raja Williem akhirnya tertarik dan setuju dengan konsepsi yang diusulkan oleh Van den Bosch, sehingga tepat pada saat perang jawa berakhir (tahun 1830) Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.
Setelah Van den Bosch sampai di Hindia Belanda dan secara resmi menjabat sebagai gubernur tanah jajahan tersebut, sistem tanam paksa-pun mulai di realisasikan. Penduduk pribumi mulai dikenalkan dengan berbagai macam jenis tananaman yang akan laku di pasar global, tanaman itu sendiri digolongkan menjadi dua golongan, tanaman tahunan seperti tebu, tembakau, sedangkan tanaman keras seperti kopi,the ,kayu manis dan sebagainya. Sistem dalam tanam paksa ini mengharuskan setiap desa untuk menyisihkan 20% bagian ladangnya untuk ditanami komoditas ekspor seperti yan telah saya sebutkan diatas, lantas setelah panen komoditas tersebut harus di jual kepada pihak pemerintah koloni dengan harga yang telah di tentukan. Sedangkan nasib dari penduduk pribumi yang tidak lahan pertanian, diharuskan untuk bekerja selama 75 hari dalam setahun, sebagai bentuk pembayaran pajak, dalam praktiknya juga tanah yang ditanami komoditas ekspor tetap terkena pajak. Nasib buruk menimpa kepada penduduk yang tidak memiliki tanah sama sekali, mereka diharuskan bekerja selama satu tahun penuh. Hasil dari pratek tanam paksa yang di prakarsai oleh Van den Bosch ini memberikan sumbangan yang besar bagi kas pemerintahan belanda dan kolonial.
Isi dari Staatsblad yang memuat ketentuan Tanam Paksa
Van Den Bosch dan Benteng Pendem
Potret Benteng Van den Bosch (Benteng Pendem)
Benteng pendem dibuat pada tahun 1839 dan selesai pada 1845. Pembangunan benteng tersebut selang hampir sepuluh tahun pasca pemerintahan Van den Bosch, akan tetapi mengapa benteng tersebut dinamai dengan nama Van den Bosch?, menurut beberapa literasi yang telah saya baca, penamaan benteng tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Johannes Van den Bosch. Dalam masa pemerintahan Van den Bosch lah tanam paksa mulai direalisasikan sehingga dapat menutup kekurangan kas kerajaan belanda pada saat itu, mungkin Van den Bosch dianggap sangat berjasa.
Secara administratif lokasi benteng pendem sendiri terletak Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi Kota, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Daerah benteng pendem sendiri berada dilokasi yang sangat strategis pada masanya, terletak di pertemuan sungai atau kalau dalam bahasa jawanya di sebut dengan tempuran, anatar sungai Bengawan Solo disebelah utara dan sungai Bengawan Madiun disebelah selatan. Pemilihan lokasi pada lokasi yang strategis bukan tanpa alasan, mengingat lokasi tersebut merupakan jalur transportasi air, sehingga memudahkan dalam hal mobilitas.
Semasa masih aktif dipergunakan benten ini dihuni tentara yang berjumlah sekitar 250 orang bersenjata bedil, 6 meriam dan 60 orang kaveleri. Pasca pemerintahan Van den Bosch, beberapa peerusnya menggunakan benteng ini sebagai pengawasan pelaksanaan tanam paksa. Bisadikatakan bahwa benteng pendem sendiri multifungsi, selain sebagai pertahanan militer maupun difungsikan sebagai non militer lainya.
Potret Salah Satu Gerbang Di Benteng Van den Bosch
Hampir 200 tahun sudah pasca masa pemerintahan Van den Bosch, negeri yang dulunya sebagai bagian dari koloni pemerintahan kerajaan Belanda, saat ini sudah merdeka dan berdiri sendiri. Tanam paksa sudah tidak diberlakukan lagi, negara bisa dibilang sudah menerapkan sebuah sistem yang cukup adil, walaupun masi banyak penyelewengan dan pelanggaran di dalamnya. Terlepas dari sisi negatif terjadinya tanam paksa, secara sisi positif jika tidak diperlakukan tanam paksa mungkin akan susah untuk mengetahui jenis tanam dan cara menanam. Tapi penjajah tetaplah penjajah, semoga kejahatan dan penjajahan di atas dunia kita benar benar terhapukan.
Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;
Referensi :
1.https://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_van_den_Bosch
2.Dinas Pariwisata, Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Ngawi. 2012.Benteng Pendem (Van De Bosch).(Online),
3.Buku : Benteng Van den Bosch Dalam Lintas Sejarah
4.Foto suasana lokasi dalam artikel ini merupakan koleksi pribadi
Sejarah mencatat, nusantara telah menjadi tanah jajahan beberapa bangsa, mulai dari Portugis, Belanda dan Jepang. Tentu tujuan awal kedatangan mereka bukan tak lain karena kekayaan alam indonesia yang sangat melimpah, yang mungkin tidak dapat ditemui dan di tanam di tanah asal mereka. Dari yang awalnya bertujuan berdagang dan mencari rempah, lama kelamaan mulailah timbul keinginan untuk menguasai, sehingga timbulah kolonialisasi di Nusantara. Dari beberapa bangsa yang datang, bangsa Belanda lah yang paling lama meng-kolonialisasi tanah Nusantara.
Terhitung kurang lebih 350 tahun Belanda menjadikan Nusantara sebagai daerah koloninya, waktu tersebut bukanlah waktu yang singkat, dan sebuah pencapaian yang besar bagi Belanda yang notabene merupakan negara kecil di eropa yang telah berhasil menjadikan Nusantara yang sangat luas sebagai koloninya hingga lebih satu abad. Akar kolonisasi Belanda sangat kuat mencekram sehingga sangat susah untuk melepaskannya, tentu hal tersebut bisa terjadi karena politik Belanda yang sangat cerdik dan licik. Selain itu kondisi masyarakat Nusantara pada saat itu yang masih bersifat kesukuan dan kedaerahan seolah menjadi sasaran yang empuk bagi politik Kolonial.
Maka dari itu di tulisan ini saya akan mencoba membahas, mengapapa nusantara sangat susah lepas dari kolonialisasi belanad pada saat itu. Mulai dari keterlibatan Bumi Putera yang bisa dikatakan turut serta untuk mempertahankan kolonialisasi tersebut.
VOC dan Politik Kolonial
Setelah bangsa Belanda berhasil membuka jalur dagang, hal tersebut memicu datangnya penduduk belanda yang lain turut untuk ikut berdagang dan mencari rempah di nusantara, dari situlah mulai timbul persaingan antar pedangan dan antar bangsa, yang kemudian memicu pendirian Kongsi dagang bagi para pedagang belanda yaitu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Kongsi dagang ini bukan sekedar kongsi dagang biasa, untuk mengatasi persaingan sengit antar negara Eropa pada saat itu, VOC diberikan wewenang oleh Staten Generaal untuk memiliki tentara yang mereka bayar sendiri, selain itu VOC juga mempunyai hak atas nama pemerintahan belanda, membuat perjanjian kenegaraan dan bahkan menyatakan perang terhadap negara lain. Tentu hal tersebut jika dirasa sudah cukup unik, bagaimana mungkun sebuah perusahaan atau kongsi dagang, memiliki kekuataan seperti halnya negara. Hal tersebut didasarkan dengan hak oktroi, yang menyatakan bahwa Voc memiliki hak untuk memonopoli perdagangan dan hak kedaulatan, seperti yang telah saya tulis di atas.
Dari awal pemebentukan VOC hingga pembubarannya, yang kemudian diambil alih oleh Pemerintahan Belanda, setidaknya telah menerapkan tiga kali kebijakan politik, Devide et Empera, Politik Liberal, dan Politik Etis. Bagaikan alat yang sangat manjur, penerapan Devide Et Empera sangat sukses dalam memper-pecah belah masyarakat saat itu, banyak terjadi peperangan sesamaan golongan yang dilandaskan perbedaan politik. Seperti contohnya perpecahan mataram islam, Belanda sangat lihai dalam memainkan catur politik pada saat itu.
Saya sudah pernah menulis hal tersebut, yang bisa anda baca disini
Politik Monopoli dalam sektor perdagangan juga sangat nampak, sehingga memunculkan beberapa kebijakan seperti Tanam Paksa, hingga kerja rodi untuk sarana berjalannya kebijakan tersebut, yang semua itu mengakibatkan kesengsaraan dan kerugian di pihak Bumi Putera. Terbukti dengan permainan politik tersebut, kolonialisasi Belanda mampu mencengkram selama lebih dari satu abad, walaupun terdapat perlawanan dari golongan Inlander.
KNIL dan Anjing Nicca
KNIL(Koninklijk Nederlands(ch)-Indisch Leger) dalam bahasa indonesia berarti Tentara Kerajaan Hindia Belanda, merupakan sebutan untuk angkatan perang kolonial belanda yang bernaung di bawah Kerajaan Belanda. Dibentuk pada tahun 1814,dan bertujuan untuk menjaga daerah koloni dari upaya pemberontakan. Wilayah KNIL mencakup seluruh daerah koloni Kerajaan Hindia Belanda, mulai dari Nusantara hingga suriname dan beberapa wilayah kecil lainnya. Perlu diiketahui di masa VOC sebelum diambil oleh Kerajaan Belanda, sesuai dalam hak oktroi yang menyatakan bahwa VOC berhak untuk memiliki angkatan perang sendiri, pada saat itu telah menyewa Resimen Württemberg sekitar kurang lebih 2.000 – 3.000 tentara.
Komposisi pasukan dalam KNIL terdiri dari campuran Eropa dan Pribumi, yang pada saat itu sangat gencar membuka rekrutmen dari berbagi suku di nusantara. Serdadu bawahan diisi oleh orang – orang pribumi beberapa dari golongan Kulit Hitam dan India, maka tak heran jika pasukan ini terlabel dengan nama Londo Ireng yang berarti bule hitam, ataupun belanda hitam. Posisi – posisi tinggi tentu di isi oleh golongan belanda, yang memiliki wewenang untuk memrintah kepada bawahan. Dalam sejarahnya KNIL sangat gencar untuk menumpas kelompok pribumi yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial, seperti keterlibatannya dalam beberapa perang, Perang Padri,Perang Jawa, Perang aceh,dan sebagian besar perang yang dilakukan oleh pribumi lainnya. Disini dapat kita lihat bagaimana Devide et Empera berjalan, kaum pribumi yang menjadi serdadu KNIL di adu dengan kaum pribumi yang membela tanah kelahrian dan tanah hidupnya dari bangsa penjajah seperti belanda.
Andjing Nica
Salah satu dari divisi KNIL yang amat sangat terkenal dan memiliki sejarah yang sangat kontroversial adalah Divisi Anjing NICA (Nederlandsch-Indisch Civiel Administratie Koninklijk Nederlands-Indisch Leger). Divisi ini dikenal karena peran aktifnya pada saat invasi jepang ke indonesia, yang tentu berpihak pada sisi Belanda. Dalam tumbuh divisi ini terdiri dari banyak sukarelawan pribumi yang telah mengikuti pelatihan di KNIL. Pasca invasi Jepang, divisi ini aktif memerangi gerakan – gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh Seokarno dan Hatta. Sesuai nama jukukanya (Anjing) divisi ini sangat terkenal dengan kedisiplinan dan berdedikasi tinggi dalam melaksanakan tugas dan perintahnya, devisi ini semakin kontroversial karena seringkali bertindak keras terhadap penduduk sipil yang diduga memberikan dukungan kepada gerakan kemerdekaan Indonesia. Tindakan keras ini menjadi penyebab dari banyaknya korban jiwa yang tidak bersalah dan mendapatkan perlawanan keras dari gerakan kemerdekaan Indonesia. Mungkin bisa jadi cikal bakal umpatan anjing yang sangat identik kepada masyarakat indonesia mengumpat adalah dari nama devisi ini. Anjing dikenal dengan binatang yang sangat penurut kepada majikannya, begitu juga dengan divisi ini, sekolompok pribumu yang telah dijadikan anjing oleh penjajaj, maka ketikan disuruh untuk memerangi sesamanya menurut saja.
SALAH ANJING APA?!!!!!
Mungkin dari sekelumit tulisan saya pada kali ini, bisa dijadikan pengajaran, bahwa dalam dunia politik itu sangatlah penuh dengan tipu daya dan kelicikan. Bercermin dari pasukan pribumi memerangi sesamanya akibat dari sebuah sistem politik, seharusnya menjadikan kita paham dimasa ini agar kita tetap waras dan agar tidak dapat di pecahkan oleh sebuah politik yang haus akan kekuasaan. DImard Nugroho 2023
Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;
Nama Raden Saleh sudah tak asing lagi dikalangan masyarakat, baik itu masyarakat umum ataupun para pecinta seni. Dibalik nama besarnya tentu berbanding lurus dengan karyanya yang sangat fenomenal. Diantara beberapa karyanya yang sangat melegenda, terdapat satu mahakarya yang sangat ikonik bernama Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857). Lukisan beraliran romantisme ini menggambarkan prosesi penangkapan pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock (Belanda), yang dimana lukisan ini merupakan bentuk pembalasan terhadap lukisan karya Nicolaas Pieneman, seorang pelukis belanda yang juga melukis peristiwa tersebut. Lukisan ini termasuk salah satu aset negara yang akhir – akhir ini banyak dibahas di beberapa media online, tentu hal tersebut merupakan efek dari penayangan film Mencuri Raden Saleh (2022). Lebih jauh dari fenomenalnya lukisan tersebut, menurut saya lukisan tersebut merupakan sebuah mahakarya yang penuh akan makna dan perlawanan, yang sangat menarik untuk saya bahas dalam artikel kali ini.
Raden Saleh Sang Maestro
Terlahir dari keluarga ningrat jawa dan mempunyai darah Arab dari ayahnya, pria yang memiliki nama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman ini lahir di Terboyo, Semarang. Tahun kelahirannya yang simpang siur antara tahun 1811- 1817, beberapa sarjana berpendapat bahwa tahun kelahiran beliau yang sebenarnya adalah pada tahun 1811, hal tersebut di dasari pada saat beliau usia 8 tahun memulai belajar melukis di bangku Volks School, hal tersebut terjadi pada tahun 1819.
Bakat melukis Raden Saleh sudah terlihat sejak kecil ketika masih sekolah di Volk School. Saking berbakatnya Raden Saleh melukis, sampai mencuri perhatian seorang pelukis Belgia yang bernama A.A.J Payen yang saat itu sedang berada di Hindia Belanda. Raden Saleh tinggal di Eropa selama 25 tahun lamanya, saat di Eropa beliau berguru kepada beberapa pelukis seperti Cornelis Krusemen dan Andries Schelfhout. Raden Saleh juga menjadi pelopor mahasiswa indonesia untuk belajar di eropa. Pada kisaran tahun 1839 – 1844 Raden Saleh tinggal di Jerman selama 5 tahun, hal tersebut tentu dilakukan demi mengasah dan memperdalam skil melukisnya, bahkan saat berada di jerman beliau menjadi tamu kehormatan kerajaan Jerman. Setalah memperdalam skill-nya di Jerman , Beliau kembali pulang ke Belanda, dan menjadi pelukis besar, hingga raja kerajaan Belanda saat itu (Willem II) menganugrahkan Bintang Eikenkoon dan mengangkat Raden Saleh sebagai pelukis kerajaan.
Pada sekitar tahun 1852 Raden Saleh kembali pulang ke Hindia Belanda setelah 25 tahun menetap di eropa. Sekembalinya dari Eropa beliau bekerja sebagai Konservator lukisan pemerintahan kolonial, yang pada saat itu mengerjakan lukisan keluarga kerajaan Jawa, dilain sisi Raden Saleh juga tetap melukis pemandangan. Dalam hidupnya raden saleh telah membuat kurang lebih 10 karya fenomenal.
Aliran Romantisisme
Kapal Dilanda Badai, Karya Raden Saleh
Raden Saleh dikenal dengan pelukis yang ber-aliran Romantisisme. Kebanyakan orang awam menafsirkan Romantisisme selalu berkaitan dengan cinta asmara, hal tersebut tentu kurang tepat, jika kita melihat kebelakang dari sejarah, pemakaian kata Romantisisme pertama kali muncul pada tahun 1770 an, terdapat dalam buku “Romantische Poesie”karangan dari August dan Friedrich. Aliran Romantisisme menitik beratkan pada emosi ditambahkan dengan citra dramatis dalam pembuatan karya seni. Tentu sangat kurang tepat jika menafsirkan Romantisme hanya sekedar sebatas percintaan saja. Ciri dari karya seni ( Lukisan) yang beraliran Romantisme, dapat dilihat dari pemainan warna yang begitu meriah, latar suasana yang dramatis dan biasnya terdapat figur pria yang gagah, ataupun perempuan yang lembut. Ketika orang melihatnya akan merasakan emosi dan rasa yang seolah olah di transferkan dari lukisan tersebut ( Dari Pengalaman Pribadi hehe). Untuk pembahasan aliran ini mungkin akan saya bahas di tulisan kedepan :D
Penangkapan Pangeran Diponegoro
"Penangkapan Pangeran Diponegoro" Karya Raden Saleh"
Salah satu dari beberapa karya fenomenal Raden Saleh adalah lukisan yang diberi judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Karya ikonik yang menceritakan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock ini sangat melekat dengan nama Raden Saleh. Lukisan yang kini telah ditetapkan menjadi cagar budaya tersebut, sebenarnya merupakan suatu balasan dan bentuk perlawanan terhadap lukisan yang diberinama “De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock” (Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock) karya dari pelukis Belanda yang bernama Nicolaas Pieneman, yang juga menggambarkan kisah yang sama
Kembali ke sejarah yang dijadikan latar dari 2 lukisan tersebut adalah tidak lepas dari deklarasi perang suci melawan penjanjah yang dikenal juga dengan perang Diponegoro yang dipelopori oleh Diponegoro, seorang bangsawan Kesultanan Ngayogyakartahadiningrat yang merupakan anak tertua dari Sulatan Hamengkubuwono III. Perang tersebut telah membuat pihak kolonial sangat kewalahan dan merupakan acaman yang serius untuk daerah jajahannya. Pihak kolonial pun melayani dengan sejuta taktik dan perang, pada puncaknya ditahun 1827 Belanda mengerahkan 23.000 serdadu.
Pada Maret 1830 terjadi pertemuan antara Pangeran Diponegoro dengan Jendral De Kock di Magelang, sebelum pertemuan tersebut menuru catatan sejarah, De Kock telah menemui pangeran Diponegoro sebanyak 3 kali, dan De Kock beranggapan bahwa Pangeran Diponegoro telah kalah secara de facto. Namun Pangeran Diponegoro tetap bersikeras untuk mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Jawa. Dalam pertemuanya dengan De Kock di magelang akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap. Peristiwa inilah yang menjadi latar dari 2 karya seni lukis tersebut
Pieneman melukis lukisan tersebut di Belanda atas perintah keluarga De Kock, beberapa sejarahwan berpendapat bahwa Jendral De Kock Sendiri yang mengutus Pieneman. Dalam realitanya Pieneman tidak pernah sama sekali menginjakan kaki di tanah Jawa, dalam pembuatan lukisannya mengandalkan sketsa dan potret dari ajudan dan menantu Jendral De Kock. Lukisan tersebut mendapat balasan dari Raden Saleh, dengan melukis ulang sesuai versinya sendiri.
Perlawanan Melalui Karya Seni
"De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock" Karya Nicolaas Pieneman
Pieneman dalam lukisannya menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan kondisi pasrah, seolah olah menerima kekalahaan, padahal dalam realitasnya Diponegoro tetap bersikeras dan memiliki sikap perjuangan yang luar biasa. Selain itu Pieneman juga memposisikan Jendral De Kock lebih tinggi , yang seolah – olah mempresentasikan bahwa dia telah berhasil mengalahkan Pangeran Diponegoro dengan taktiknya, pemosisian ini juga dapat diartikan bahwa Pihak Kolonial lebih tinggi derajatnya dibanding dengan Pihak Bumi Putera. Terlihat juga Pieneman menggambarkan pengikut Diponegoro berlutut meminta belas kasihan dan diikuti pasarah-nya pengikut yang lain, seolah-olah riwayat mereka telah berakhir di tangan De Kock. Penamaan “Penyerahan” saya rasa juga termasuk bentuk perendahan untuk menyerah begitu saja, menyerah tanpa perlawanan, padahal beliau penggerak perang, yang tak kenal dengan kata menyerah.
Hal tersebut yang mungkin saja memicu Raden Saleh untuk membuat balasan atas karya lukis Pieneman. Dalam versi karya Raden Saleh, tentu terdapat perbedaan, yang paling mencolok terlihat pada sikap Pangeran Diponegoro yang digambarkan Gagah dan Tegap, penuh dengan perlawanan, seolah-olah tidak pasrah begitu saja.
Beberapa Detail Makna Dari Karya Raden Saleh
Selain itu figur Belanda dalam versi Raden Saleh, digambarkan dengan Kepala Besar, yang tentu hal tersebut bentuk satire dari sikap Belanda yang Sombong. Pemosisian yang sejajar antara Pihak Belanda dan Pangeran Diponegoro, juga mengartikan bahwa, tidak serendah itu Pangeran Diponegoro saat penangkapan tersebut. Pemilihan penamaan “ Penangkapan” berbeda dengan “ Penyerahan”, menggambarkan bahwa Diponegoro tidak pasrah begitu saja saat kejadian tersebut
Figur Raden Saleh
Jika kalian jeli mengamati pada bagian pengikut Diponegoro, terdapat 3 figur Raden Saleh yang juga mewakilkan 3 tahanpan, melihat, berpikir, dan merenungi.
Belajar dari Raden Saleh semakin mewakilkan bahwa perjuangan tidaklah harus dengan mengangkat senjata, melakukan perjuangan dengan bidang yang digeluti demi mempertahankan tanah pertiwi. Seperti halnya sekarang ini Bela Negara dengan media sesuai kecakapan dan kemampuan masing individu.
Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;
Batik merupakan salah satu dari sekian banyak warisan budaya indonesia yang telah dikenal dari kalangan domestik ataupun internasional. Telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda manusia pada tahun 2009. Seni bermedia kain yang digambar dengan pola – pola dan motif warna tertentu sehingga membentuk suatu keserasian yang sangat indah, tak heran jika banyak orang yang meminatinya. Di Indonesia di setiap daerah memiliki motif batik khas daerahnya sendiri, biasanya mencerminkan nilai filosofis dan kulturis dari daerah tersebut, maka dari itu Indonesia memiliki motif batik yang sangat beragam. Dari sekian banyak daerah pengerajin batik, Pekalonganlah yang telah sejak lama di juluki sebagai kota batik.
Pekalongan dan Batik
Pelabelan Pekalongan sebagai kota batik bukanlah tanpa alasan, Kota ini memiliki sejarah panjang dalam pengembangan seni batik di Indonesia dan merupakan pusat produksi batik yang terkenal. Kualitas batik Pekalongan telah dikenal di seluruh Indonesia dan bahkan di seluruh dunia. Dimasa kolonial daerah ini dijadikan sebagai sentra industri tekstil. Selain terkenal akan industri batik dan tekstilnya di kota ini juga terdapat museum khusus untuk menyimpan berbagai macam jenis batik dari segala daerah, museum ini sering dikenal dengan Museum Batik Kota Pekalongan , yang beralamatkan di l. Jetayu No.3, Panjang Wetan, Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51141.
Batik Oey Soe Tjoen dalam Jawa Pos
Di Pekalongan juga terdapat nama batik yang sangat fenomenal yaitu Batik Oey Soe Tjoen. Usaha batik yang terletak di Kedungwuni telah diritis sejak tahun 1927 oleh Keluarga Oey. Hingga saat ini telah sampai generasi ke 3. Batik yang terkenal dengan proses pembuatan yang sangat detail dan memerlukan waktu lama, 1 kain batik bisa memakan waktu pembuatan hingga 4 – 10 tahun lamanya, maka tak heran jika batik ini menjadi incaran banyak kolektor batik yang tentu harganya mencapai puluhan hingga ratusan juta. Batik Oey Soe Tjoen terkenal dengan Batik Tulis Alus Peranakan, dan menurut generasi ke-3 seperti yang saya kutip dari wawancara yang dilakukan oleh Kompas , batik ini terancam mengalami kepunahan dalam waktu dekat, dikarenakan sudah tidak ada lagi penerus, dan pembatik yang mampu menjaga kualitas dari Batik Oey ini. Mungkin dilain artikel akan saya bahas tentang batik ini.
Berkunjung Di Museum Batik Pekalongan
Museum Batik Pekalongan Di Potret Dari Alun - Alun Jetayu Sumber: Dok Pribadi
Dikala saya menyambangi kota Pekalongan yang telah menjadi rutinitas dikala jenuh di rumah, terlintas terpikir untuk berkunjung ke museum batik yang memang sudah lama menjadi tujuan yang belum terwujudkan. Berangkat dari rumah ( Kab.Tegal) menyusuri jalur pintura yang sedang dilakukan perbaikan beberapa titik, sedikit memakan waktu perjalanan saya, berangkat pukul 9:40 sampai pada lokasi pukul 12;00. Setelah sampai dilokasipun tidak bisa langsung masuk, museum batik sendiri buka pukul 08:00 – 15:00, namun berdasarkan pengalaman saya terdapat jeda istirahat antara jam 11:30 – 13:00. Jika sampai lokasi pukul 12:00 maka harus menunggu dulu sampai 13:00, namun tenang saja lokasi museum batik ini masi berada di lingkungan Alun – Alun Jatayu , sangat banyak spot dan pedagang makanan, yang siap memenuhi kebutuhan perut. Oh iya museum batik beralamatkan di l. Jetayu No.3, Panjang Wetan, Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51141.
Untuk rute perjalanan cukup mudah , jika dari alun – alun kota pekalongan dapat ditempuh sekitar 10 menit. Untuk rutenya sendiri dapat melewati Jalan KH. Wahid Hasyim, teruslah melaju di Jl. Hasanudin lalu belok kiri untuk tiba di Jl. Raden Saleh, belok kanan ke Jl. Diponegoro, belok kanan lagi untuk tiba di Jl. Jetayu.
Setelah menunggu cukup lama sambil menikmati kuliner yang berada Alun – Alun Jatayu, jam pun sudah menunjukan pukul 13:00, dan sudah terlihat petugas mulai membuka pintu museum, tanpa pikir Panjang saya langsung mengambil motor dan bergegas masuk ke halaman Museum Batik.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Untuk halaman parkirnya cukup bersih dan tidak dipungut biaya, di bagian pojoknya seperti ada food court. Namun untuk memastikan keamanan tetaplah untuk kunci stang motor, dan jangan tinggalkan barang – barang berharga di motor begitu saja. Di halaman parkir ini terdapat sebuah plakat yang menandakan bahwa Museum Batik Pekalongan merupakan Cagar Budaya
Prasasti Cagar Budaya Museum Batik Sumber : Dokumentasi Pribadi
Sedikit tentang sejarah Museum Batik Pekalongan, museum ini menempati bekas Gedung kantor keuangan pada jaman kolonialisasi Belanda. Kantor keuangan ini membawahi tujuh pabrik gula di daerah kerasidenan Pekalongan. Museum Batik Pekalongan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006. Banhunan Museum ini mempunyai luas sekitar 2500 m2menempati lahan seluas 3675 m2.
Untuk tiket masuk setiap orang dewasa dikenakan biaya Rp.7.000, anak – anak dan pelajar Rp.3.000, turis mancanegara Rp.10.000 dan tiket bisa dibeli pada recepcionist di loby. Terdapat 3 Ruang Pameran dan 1 Ruang Workshop yang dapat di masuki. Situasi ketika saya berkunjung tergolong sepi, hanya ada 2 pengunjung yang datang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Setelah dari lobi akan langsung diarahkan menuju ruang pameran 1 di dalam ruang pameran 1 langsung disambut berbagai jenis batik tulis kuno yang dimiliki museum batik. Di dalam ruang pemeran pengunjung diperbolehkan untuk mendokumentasikan entah itu dalam bentuk foto ataupun video, di sepanjang ruangan juga disajikan audio alunan gamelan yang khas, menambah suasana kearifan local yang klop.
Untuk menuju ruang selanjutnya tinggal mengikuti arahan yang terdapat di lantai. Kita juga akan melewati taman tengah museum batik, yang suasananya dan arsitekturnya sersa di jaman kolonial
Taman Tengah Museum Batik Sumber : Dokumentasi Pribadi
Di ruangan selanjutnya ditempilkan beberapa peralatan yang digunakan untuk membatik, serta ditampilkan juga motif – motif batik hasil akulturasi 2 budaya, seperti antara budaya tiongkok dan jawa, eropa dan jawa, dan sebagainya. Selain itu ditampilkan juga kain batik dari macam daerah yang ada di Indonesia.
Pewarna Dan Alat Yang Digunakan Untuk Membatik
Suasana Ruang Pameran
Setelah puas melihat koleksi yang ada di ruang pameran, maka di ruang workshop kita bisa membatik sendiri. Terdapat 2 instruktur pada saat saya berkunjung, untuk harga dipatok antara Rp.25.000 – Rp.60.000 tergantung besaran kain yang akan di gunakan. Disini pengunjung dapat membatik dengan tekhnik tulis menggunakan canting, ataupun menggunakan batik cap.
Untuk jalur keluarnya tetap melalui loby awal masuk. Sebenarnya masih ada beberapa ruangan, seperti ruang audio visual, ruang rapat, perpustakaan dan lainnya, akan tetapi saat saya berkunjung hanya diperkenankan memasuki 4 ruangan tersebut.
Setalah mengunjungi museum batik, selain menambah waswasan juga menambah rasa bangga sebagai bangsa indonesai yang kaya akan budaya dan seni. Kurang lengkap rasanya jika ke pekalongan tidak membeli batik hehe
Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;