Rabu, 28 Juni 2023

Van den Bosch dan Sisa Mahakaryanya

Van den Bosch dan Sisa Mahakaryanya

Terhitung saat ini sudah sekitar kurang lebih hampir 200 tahun pasca pemerintahan kolonialis Van den Bosch, bumi Nusantara sudah tidak lagi berada dibawah payung kolonialisme, akan tetapi sisa sisa mahakarya dan kisah pada masa itu masih abadi hingga saat ini. Sekitar 2 bulan yang lalu saya telah berkunjung ke salah satu situs sejarah yang merupakan salah satu mahakarya dari masa pemerintahan Van den Bosch ini, orang – orang kerap menjulukinya dengan nama Benteng Pendem. Bukan tanpa alasan situs ini ternamai semacam itu, karena memang lokasi utama benteng ini berada di tengah-tengah tanah yang lebih tinggi, sehingga terlihat seperti terpendam. Benteng, jika kita menarik pengertianya menurut KBBI adalah sebuah bangunan untuk berlindung, lantas ada kisah apa sehingga dibangunnya benteng pendem ini sangat menarik untuk dibahas pada tulisan saya kali ini.


Seperti yang telah diketahui, bahwa indonesia pada masa pra kemerdekaan telah melalui masa kolonialisasi oleh beberapa bangsa, akan tetapi bangsa yang paling lama dan paling banyak meninggalkan situs dan kisah sejarah adalah bangsa Belanda. Kolonialisasi yang dilakukan bangsa Belanda dalam waktu kurun lebih dari 3 Abad (masih diperdebatkaan) tentu telah mengalami beberapa kali pergantian pemimpin tertinggi tanah jajahan atau Gubernur Jendral. Salah satu Gubernur Jnedral yang terkenal adalah Johannes Van den Bosch yang dimana pada masa pemerintahaannya membuat beberapa kebijakan yang fenomenal.


Van den Bosch dan Tanam Paksa


Dilahirkan di Herwijnen bagian dari provinsi Gerderland, Belanda pada taanggal 2 Februari 1780. Berkarir dalam militer, Van Den Bosch muda pernah datang ke tanah nusantara pada masa sebelum pemerintahan Daendels. Pada tahun 1797 kapal yang membawanya sampai di tanah Nusantara, dan pada saat itu dia masih berpangkat Letnan. Namum pada 1810 dia dipulangkan dikarenakan berbeda pemahaman dengang gubernur jendral pada saat itu (Daendels) , dalam perjalanan pulang kapal yang ditumpanginya ditawan oleh Britania, yang membuat dia harus tinggal di inggris selama kurang lebih dua tahun. Pasca Eropa bangkit melawan dominasi perancis pada tahun 1813, karir Van den Bosch melesat naik, bahkan pernah memegang jabatan Polisi Militer tertinggi di Belanda. Di kala namanya sedang naik Van den Bosch mendapat tugas dari raja William I, ia diberi tugas untuk pergi ke hindia timur dan mereorganisasi struktur ekonomi di wilayah tanah koloni tersebut, mengingat pada saat itu eknomoni Kerajaan Belanda sangat berantakan.


Perang jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro menyebabkan merosotnya kas pemerintahan Belanda. Perang yang berlangsung selama 5 tahun, antara 1825 sampai 1830 benar benar membuat pemerintah belanda kususnya di daerah kolonial sangat kewalahan. Ditambah di sisi lain juga terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Belgia kepada pemerintahan kerajaan Belanda yang pada saat itu dipimpin oleh raja William I, pemberontakan yang terjadi selama sembilah tahun ini memperburuk kas keuangan kerajaan belanda hingga merosot sampai paling dasar. Dalam kondisi pemerintah kerajaan belanda terus mencari cara bagaimana agar dapat keluar dari masalah tersebut. Pendapat dan usulan telah dikemukakan oleh para tokoh petinggi pemerintahan, salah satunya adalah Van den Bosch. Pada tahun 1829 Van den Bosch menajukan usulan kepada raja William I, menurut Van den Bosch untuk keluar dari masalah tersbut harus diterapkan sistem cultuurstelsel ( Tanam Paksa ) ditanah jajahan. Konsepsi dari sistem ini adalah menjadikan tanah jajahan sebagai media untuk menanam tanaman yang laku di pasar global, dalam artikasarnya sistem ini menggunakan daerah jajahan sebagai sapi perah, yang diekploitasi untuk kepentingan pemerintah kerajaan. Raja Williem akhirnya tertarik dan setuju dengan konsepsi yang diusulkan oleh Van den Bosch, sehingga tepat pada saat perang jawa berakhir (tahun 1830) Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda.


Setelah Van den Bosch sampai di Hindia Belanda dan secara resmi menjabat sebagai gubernur tanah jajahan tersebut, sistem tanam paksa-pun mulai di realisasikan. Penduduk pribumi mulai dikenalkan dengan berbagai macam jenis tananaman yang akan laku di pasar global, tanaman itu sendiri digolongkan menjadi dua golongan, tanaman tahunan seperti tebu, tembakau, sedangkan tanaman keras seperti kopi,the ,kayu manis dan sebagainya. Sistem dalam tanam paksa ini mengharuskan setiap desa untuk menyisihkan 20% bagian ladangnya untuk ditanami komoditas ekspor seperti yan telah saya sebutkan diatas, lantas setelah panen komoditas tersebut harus di jual kepada pihak pemerintah koloni dengan harga yang telah di tentukan. Sedangkan nasib dari penduduk pribumi yang tidak lahan pertanian, diharuskan untuk bekerja selama 75 hari dalam setahun, sebagai bentuk pembayaran pajak, dalam praktiknya juga tanah yang ditanami komoditas ekspor tetap terkena pajak. Nasib buruk menimpa kepada penduduk yang tidak memiliki tanah sama sekali, mereka diharuskan bekerja selama satu tahun penuh. Hasil dari pratek tanam paksa yang di prakarsai oleh Van den Bosch ini memberikan sumbangan yang besar bagi kas pemerintahan belanda dan kolonial.

image_title
Isi dari Staatsblad yang memuat ketentuan Tanam Paksa

Van Den Bosch dan Benteng Pendem


image_title
Potret Benteng Van den Bosch (Benteng Pendem)

Benteng pendem dibuat pada tahun 1839 dan selesai pada 1845. Pembangunan benteng tersebut selang hampir sepuluh tahun pasca pemerintahan Van den Bosch, akan tetapi mengapa benteng tersebut dinamai dengan nama Van den Bosch?, menurut beberapa literasi yang telah saya baca, penamaan benteng tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Johannes Van den Bosch. Dalam masa pemerintahan Van den Bosch lah tanam paksa mulai direalisasikan sehingga dapat menutup kekurangan kas kerajaan belanda pada saat itu, mungkin Van den Bosch dianggap sangat berjasa.



image_title
image_title
image_title
image_title

Secara administratif lokasi benteng pendem sendiri terletak Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi Kota, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Daerah benteng pendem sendiri berada dilokasi yang sangat strategis pada masanya, terletak di pertemuan sungai atau kalau dalam bahasa jawanya di sebut dengan tempuran, anatar sungai Bengawan Solo disebelah utara dan sungai Bengawan Madiun disebelah selatan. Pemilihan lokasi pada lokasi yang strategis bukan tanpa alasan, mengingat lokasi tersebut merupakan jalur transportasi air, sehingga memudahkan dalam hal mobilitas.


Semasa masih aktif dipergunakan benten ini dihuni tentara yang berjumlah sekitar 250 orang bersenjata bedil, 6 meriam dan 60 orang kaveleri. Pasca pemerintahan Van den Bosch,  beberapa peerusnya menggunakan benteng ini sebagai pengawasan pelaksanaan tanam paksa. Bisadikatakan bahwa benteng pendem sendiri multifungsi, selain sebagai pertahanan militer maupun difungsikan sebagai non militer lainya.



image_title
Potret Salah Satu Gerbang Di Benteng Van den Bosch

Hampir 200 tahun sudah pasca masa pemerintahan Van den Bosch, negeri yang dulunya sebagai bagian dari koloni pemerintahan kerajaan Belanda, saat ini sudah merdeka dan berdiri sendiri. Tanam paksa sudah tidak diberlakukan lagi, negara bisa dibilang sudah menerapkan sebuah sistem yang cukup adil, walaupun masi banyak penyelewengan dan pelanggaran di dalamnya. Terlepas dari sisi negatif terjadinya tanam paksa, secara sisi positif jika tidak diperlakukan tanam paksa mungkin akan susah untuk mengetahui jenis tanam dan cara menanam. Tapi penjajah tetaplah penjajah, semoga kejahatan dan penjajahan di atas dunia kita benar benar terhapukan.


Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;

Referensi : 1.https://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_van_den_Bosch 2.Dinas Pariwisata, Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Ngawi. 2012.Benteng Pendem (Van De Bosch).(Online), 3.Buku : Benteng Van den Bosch Dalam Lintas Sejarah 4.Foto suasana lokasi dalam artikel ini merupakan koleksi pribadi

Sabtu, 18 Februari 2023

Melihat indahnya Koleksi Batik di Museum Batik Kota Pekalongan

Melihat indahnya Koleksi Batik di Museum Batik Kota Pekalongan



Batik merupakan salah satu dari sekian banyak warisan budaya indonesia yang telah dikenal dari kalangan domestik ataupun internasional. Telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda manusia pada tahun 2009. Seni bermedia kain yang digambar dengan pola – pola dan motif warna tertentu sehingga membentuk suatu keserasian yang sangat indah, tak heran jika banyak orang yang meminatinya. Di Indonesia di setiap daerah memiliki motif batik khas daerahnya sendiri, biasanya mencerminkan nilai filosofis dan kulturis dari daerah tersebut, maka dari itu Indonesia memiliki motif batik yang sangat beragam. Dari sekian banyak daerah pengerajin batik, Pekalonganlah yang telah sejak lama di juluki sebagai kota batik.

Pekalongan dan Batik

Pelabelan Pekalongan sebagai kota batik bukanlah tanpa alasan, Kota ini memiliki sejarah panjang dalam pengembangan seni batik di Indonesia dan merupakan pusat produksi batik yang terkenal. Kualitas batik Pekalongan telah dikenal di seluruh Indonesia dan bahkan di seluruh dunia. Dimasa kolonial daerah ini dijadikan sebagai sentra industri tekstil. Selain terkenal akan industri batik dan tekstilnya di kota ini juga terdapat museum khusus untuk menyimpan berbagai macam jenis batik dari segala daerah, museum ini sering dikenal dengan Museum Batik Kota Pekalongan , yang beralamatkan di l. Jetayu No.3, Panjang Wetan, Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51141.

image_title
Batik Oey Soe Tjoen dalam Jawa Pos

Di Pekalongan juga terdapat nama batik yang sangat fenomenal yaitu Batik Oey Soe Tjoen. Usaha batik yang terletak di Kedungwuni telah diritis sejak tahun 1927 oleh Keluarga Oey. Hingga saat ini telah sampai generasi ke 3. Batik yang terkenal dengan proses pembuatan yang sangat detail dan memerlukan waktu lama, 1 kain batik bisa memakan waktu pembuatan hingga 4 – 10 tahun lamanya, maka tak heran jika batik ini menjadi incaran banyak kolektor batik yang tentu harganya mencapai puluhan hingga ratusan juta. Batik Oey Soe Tjoen terkenal dengan Batik Tulis Alus Peranakan, dan menurut generasi ke-3 seperti yang saya kutip dari wawancara yang dilakukan oleh Kompas , batik ini terancam mengalami kepunahan dalam waktu dekat, dikarenakan sudah tidak ada lagi penerus, dan pembatik yang mampu menjaga kualitas dari Batik Oey ini. Mungkin dilain artikel akan saya bahas tentang batik ini. 


Berkunjung Di Museum Batik Pekalongan


image_title
Museum Batik Pekalongan Di Potret Dari Alun - Alun Jetayu Sumber: Dok Pribadi

Dikala saya menyambangi kota Pekalongan yang telah menjadi rutinitas dikala jenuh di rumah, terlintas terpikir untuk berkunjung ke museum batik yang memang sudah lama  menjadi tujuan yang belum terwujudkan. Berangkat dari rumah ( Kab.Tegal) menyusuri jalur pintura yang sedang dilakukan perbaikan beberapa titik, sedikit memakan waktu perjalanan saya, berangkat pukul 9:40 sampai pada lokasi pukul 12;00. Setelah sampai dilokasipun tidak bisa langsung masuk, museum batik sendiri buka pukul 08:00 – 15:00, namun berdasarkan pengalaman saya terdapat jeda istirahat antara jam 11:30 – 13:00. Jika sampai lokasi pukul 12:00 maka harus menunggu dulu sampai 13:00, namun tenang saja lokasi museum batik ini masi berada di lingkungan Alun – Alun Jatayu , sangat banyak spot dan pedagang makanan, yang siap memenuhi kebutuhan perut. Oh iya museum batik beralamatkan di l. Jetayu No.3, Panjang Wetan, Kec. Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah 51141.


Untuk rute perjalanan cukup mudah , jika dari alun – alun kota pekalongan dapat ditempuh sekitar 10 menit. Untuk rutenya sendiri dapat melewati Jalan KH. Wahid Hasyim, teruslah melaju di Jl. Hasanudin lalu belok kiri untuk tiba di Jl. Raden Saleh, belok kanan ke Jl. Diponegoro, belok kanan lagi untuk tiba di Jl. Jetayu.


Setelah menunggu cukup lama sambil menikmati kuliner yang berada Alun – Alun Jatayu, jam pun sudah menunjukan pukul 13:00, dan sudah terlihat petugas mulai membuka pintu museum, tanpa pikir Panjang saya langsung mengambil motor dan bergegas masuk ke halaman Museum Batik.


image_title
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Untuk halaman parkirnya cukup bersih dan tidak dipungut biaya, di bagian pojoknya seperti ada food court. Namun untuk memastikan keamanan tetaplah untuk kunci stang motor, dan jangan tinggalkan barang – barang berharga di motor begitu saja. Di halaman parkir ini terdapat sebuah plakat yang menandakan bahwa Museum Batik Pekalongan merupakan Cagar Budaya


image_title
Prasasti Cagar Budaya Museum Batik Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sedikit tentang sejarah Museum Batik Pekalongan, museum ini menempati bekas Gedung kantor keuangan pada jaman kolonialisasi Belanda. Kantor keuangan ini membawahi tujuh pabrik gula di daerah kerasidenan Pekalongan. Museum Batik Pekalongan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006. Banhunan Museum ini mempunyai luas sekitar 2500 m2menempati lahan seluas 3675 m2.


Untuk tiket masuk setiap orang dewasa dikenakan biaya Rp.7.000, anak – anak dan pelajar Rp.3.000, turis mancanegara Rp.10.000 dan tiket bisa dibeli pada recepcionist di loby. Terdapat 3 Ruang Pameran dan 1 Ruang Workshop yang dapat di masuki. Situasi ketika saya berkunjung tergolong sepi, hanya ada 2 pengunjung yang datang.


image_title
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Setelah dari lobi akan langsung diarahkan menuju ruang pameran 1 di dalam ruang pameran 1 langsung disambut berbagai jenis batik tulis kuno yang dimiliki museum batik. Di dalam ruang pemeran pengunjung diperbolehkan untuk mendokumentasikan entah itu dalam bentuk foto ataupun video, di sepanjang ruangan juga disajikan audio alunan gamelan yang khas, menambah suasana kearifan local yang klop.

image_title
image_title

Untuk menuju ruang selanjutnya tinggal mengikuti arahan yang terdapat di lantai. Kita juga akan melewati taman tengah museum batik, yang suasananya dan arsitekturnya sersa di jaman kolonial



image_title
Taman Tengah Museum Batik Sumber : Dokumentasi Pribadi

Di ruangan selanjutnya ditempilkan beberapa peralatan yang digunakan untuk membatik, serta ditampilkan juga motif – motif batik hasil akulturasi 2 budaya, seperti antara budaya tiongkok dan jawa, eropa dan jawa, dan sebagainya. Selain itu ditampilkan juga kain batik dari macam daerah yang ada di Indonesia.


image_title
Pewarna Dan Alat Yang Digunakan Untuk Membatik
image_title
image_title
image_title
image_title
image_title
Suasana Ruang Pameran

Setelah puas melihat koleksi yang ada di ruang pameran, maka di ruang workshop kita bisa membatik sendiri. Terdapat 2 instruktur pada saat saya berkunjung, untuk harga dipatok antara Rp.25.000 – Rp.60.000 tergantung besaran kain yang akan di gunakan. Disini pengunjung dapat membatik dengan tekhnik tulis menggunakan canting, ataupun menggunakan batik cap.


image_title
image_title

Untuk jalur keluarnya tetap melalui loby awal masuk. Sebenarnya masih ada beberapa ruangan, seperti ruang audio visual, ruang rapat, perpustakaan dan lainnya, akan tetapi saat saya berkunjung hanya diperkenankan memasuki 4 ruangan tersebut.


Setalah mengunjungi museum batik, selain menambah waswasan juga menambah rasa bangga sebagai bangsa indonesai yang kaya akan budaya dan seni. Kurang lengkap rasanya jika ke pekalongan tidak membeli batik hehe

Catatan: Haloo teman jika ingin mempergunakan opini/artikel yang berada di blog ini, Tolong di kasih link Sumbernya ya.. :} Follow : @dimardnugroho;

Senin, 06 Februari 2023

Gedung Birao : Lawang Sewunya Kota Tegal Dan Sejarahnya

Gedung Birao : Lawang Sewunya Kota Tegal Dan Sejarahnya



Hampir setiap hari melewati Gedung birao dikala berangkat dan pulang kuliah, membuat saya bertanya – tanya bagaimana sejarah gedung tersebut di masa lampau. Sekilas dilihat arsitektur dan bentuk gedung tersebut hampir mirip dengan lawang sewu yang ada di semarang, tak salah juga kalau sebagaian masyarakat menjulukinya dengan lawang satus, karena memang secara tampilan memang lah mirip. Terletak di lokasi yang sangat strategis, masi satu lokasi dengan taman pancasila , alun - alun kota tegal , dan stasiun tegal. Maka tak heran jika gedung tersebut begitu fenomenal. Setiap orang yang mengakhiri perjalanan di kota tegal menggunakan kereta api, pasti mata akan langsung tertuju pada Gedung tersebut

Merupakan Peninggalan Dari Perusahaan SCS 


Jika kita sadar di Gedung tersebut tertulis SCS dan Tahun 1913, setelah saya cari-cari di internet ternyata kata SCS merupakan akronim dari Semarang-Cheribon Stoomtram Matschappij yang mana merupakan nama perusahaan kereta api swasta pada masa colonial. Sekilas tentang SCS sendiri merupakan perusahaan kereta api swasta yang melayani trayek dari semarang samapi ke Cirebon, melalui pekalongan dan tegal, Gedung birao inilah yang menjadi kantor pusat dari perusahan SCS tersebut. SCS sendiri merupakan anak perusahaan dari NIS (Nederlandsch - Indische Spoorweg Maatschappij) yang melayani kereta api dari  Jawa Tengah, Surakarta bahkan hingga ke Batavia dan Buitenzorg. NIS sendiri berkantor pusat di Semarang, kantornya sendiri kini kita kenal dengan nama Lawang Sewu.

image_title
Sumber : Dokumen Pribadi


Dirancang Oleh Arsitek Henri Maclaine Pont



Henri Maclaine Pont sendiri merupakan arsitek popular hindia belanda, yang merupakan keturunan Belanda - Bugis. Henri Maclaine Pont lahir pada tanggal 21 Juni 1885 dan meninggal pada tanggal 2 Desember 1971, sebagai arsitek menurut beberapa sumber yang telah saya baca, Beliau berusaha memodernisasi konsep gaya bangunan local hindia pada saat itu. Dalam pembangunan Gedung birao sendiri Henri Maclaine Pont sangat memperhatikan keadaan lingkungan sekitar dan iklim yang ada di wilayah tersbut. Bahkan beliau juga sengaja memiripkan dengan style kantor NIS yang ada di semarang, dengan alasan agar seragam, secara hierarki perusahaan SCS juga masih di bawah NIS. Sebagai arsitek Hindia yang sangat terkenal, tentu beliau memiliki beberapa karya yang sampai kini menjadi legenda juga seperti Kampus ITB Ganesha, Stasiun Poncol, Stasiun Tegal dan Gereja Puhsarang yang terletak di daerah kediri.


Beberapa Kali Mengalami Alih Fungsi


Dalam riwayatnya Gedung Birao sendiri telah mengalami beberapa kali pengalih fungsian. Pada zaman pendudukan jepang Gedung ini pernah dijadikan sebagai markas terntara jepang. Hingga pada masa pasca proklamasi Gedung ini juga menjadi saksi bisu pergerakan masyarakat tegal dalam melawan penjajah, bahkan menurut beberapa sumber terjadi pengibaran bendera merah putih juga di lokasi Gedung birao ini. Terakhir Gedung ini dipergunakan sebagai bangunan Universitas Pancasakti Tegal, yang dikelola oleh Yayasan Pancasakti Tegal. Untuk saat ini Gedung birao dimikili oleh PT Kereta Api Indonesia, dan sampaai saat saya menulis artikel ini Gedung tersebut belum digunakan kembali, bahkan untuk sekedar masuk masyarakat umum belum diperbolehkan.

Suasana dan Keadaan Di sekitar Gedung Birao


Seperti yang telah sampaikan diawal bahwa letak Gedung birao sendiri sangatlah strategis, satu lokasi dengan Stasiun Kota Tegal, Taman Pancasila dan Alun – Alun Kota Tegal, maka tak heran jika daerah ini selalu ramai.

image_title
image_title
image_title
image_title


Selain itu kehadiran pedestrian atau trotoar sebagai city walk juga menambah keramaian lokasi ini. Tersedia juga foodcour ataupun pedagang makanan sepanjang city walk itu sendiri, menambah daya Tarik bagi kalangan yang hobi banget dengan jajan, hahaha

Sebuah peninggalan masa lampau yang sangat iconic seperti Gedung birao ini tentu akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kota Tegal. Sebagai generasi muda kita seharusnya menjaga, dan jangan lupa akan sejarah yang terjadi ( Jas Merah)

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah - Ir Soekarno
Referensi 
 https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/gedung-birao-tegal-si-kembar-lawang-sewu/ https://id.wikipedia.org/wiki/Henri_MacLaine_Pont 
 https://www.merdeka.com/jateng/disebut-mirip-lawang-sewu-begini-sejarah-berdirinya-gedung-birao-di-tegal.html